KELASISWA

Kelas Online Untuk Siswa

GURU ADALAH MODEL PEMBELAJARAN DI KELAS
Masalah pembelajaran di dalam kelas memang tidak pernah surut terkuras. Sebab, di kelas terisi oleh subjek belajar dan pebelajar, sehingga selalu mengalami perubahan secara dinamis. Salah satu sebab inilah, yang mendorong terjadinya kebaruan permasalahan pembelajaran, utamanya di kelas.

Permasalahan inilah, yang mendorong para pegiat pendidikan untuk merumuskan sebuah resep ataupun formulasi ampuh untuk menyelesaikannya. Formulasi ini terbungkus dalam wujud kurikulum, yang selalu ada tuntutan teknis melalui peraturan kementerian. Fakta yang terjadi, bukan malah memperbaiki, namun, memperburuk dan bahkan menambahkan masalah baru. Sebagaimana kompleksitas dari subjek belajar dan pebelajar.

Tuntutan kurikulum yang sebenarnya sederhana, yakni: bagaimana manusia yang dinamis dengan perubahannya, mampu terakomodasi kebutuhannya. Namun, kenyataan ini masih belum sesederhana ucapan belaka. Nyatanya, masih banyak kondisi di beberapa daerah di Republik tercinta, mengalami keterbelakangan akibat dari kurikulum yang terasa “kaku” terhadap pola perubahan.

Ujungnya, ingin melakukan sebuah kebaruan, yang mukhtahir dengan sosok teknologi sebagai sebuah angin segar di kelas. Nyatanya, manusia lagi-dan-lagi adalah makhluk yang dinamis. Tidak jarang, angka kebosanan akan teknologi muncul setelah dilakukan keberulangan.

Kebosanan bukan mengenai teknologi yang ada, namun kebermaknaan dari sebuah isi pengajaran yang terbungkus dalam teknologi tadi. Memang, sejatinya manusia lebih suka di dorong dengan interaksi yang bersifat menghibur. Tetapi, apabila dilakukan dengan pola kombinasi hiburan yang lebih dominan dari pada pengetahuan, luaran akhirnya sama saja, tidak memperbaiki kualitas dari pendidikan itu sendiri.

Ambil contoh sederhana, apabila dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, disajikan cerita tom and jerry yang saling kejar-kejaran. Kebermankaan akan isi hiburan jelas mendominasi, meskipun, ada makna moral di dalam cerita. Namun, penangkapan dari subjek belajar, jatuh pada pola pemikiran yang sama. Sekedar untuk hiburan, dan tanpa merubah sesuatu apapun dalam dirinya.

Kompleksitas inilah yang berusaha dipecahkan bersama, dan hasilnya lagi-dan-lagi, belum mampu menjawab sebuah kebutuhan yang ada. Sehingga, muncul keterbelakangan di dalam dunia pendidikan kita di Republik tercinta.

Saya mencoba menawarkan sebuah formulasi sederhana. Sebenarnya, bisa dipergunakan dan kapan saja, tentunya tanpa biaya banyak alias efisien untuk dipergunakan di kelas. Resep itu adalah kualitas dari guru itu sendiri. Nyatanya, tanpa disadari, sebaik apapun media, model, strategi, dan buku ajar yang mampu kita rumuskan, jikalau guru yang menjadi ujung tombaknya tidak berkualitas, maka, semuanya dengan seketika hangus dan hilang.

Guru adalah model paling penting dalam kelas. Bukan tanpa sebab, karena guru sebagai subjek pebelajar, sejatinya mampu menghadirkan sebuah perubahan sesuai dengan perubahan kebutuhan subjek belajar. Memang di rasa sulit, karena menuntut setiap saat ada kemenarikan bahasan di tiap konten pada setiap pertemuan di saat pembelajaran di kelas. Meskipun hanya bermodalkan strategi klasik atau ekspositori, apabila di up-to-date sesuai kebutuhan gaya perilaku subjek belajar, maka proses pembelajaran menjadi bermakna dan berkualitas bagi subjek belajar.

Bukan tidak mungkin, model ini menjadi baik, sebab, guru adalah model itu sendiri. Sehingga, pebelajar sesungguhnya tidak perlu rumit untuk merumuskan formulasi yang baik. Tinggal bagaimana, konten bahasan tiap pembelajaran ada kemenarikan, yang membuat subjek belajar menjadi tergerak untuk belajar.

Usulan yang lebih tepat, bukan tentang perumusan kurikulum yang baru dan menarik lagi. Hemat saya, buang waktu dan anggaran, namun, cobalah untuk berfokus pada kualitas dari subjek pebelajar, yang mendorong dirinya sendiri untuk membuat konten yang unggul dan sesuai tujuan pembelajaran.

Guru sebagai model, tentu punya gaya dan pola tanggungjawab yang berbeda kepada tiap anak didiknya. Penyeragaman bukanlah solusi, peraturan dan regulasi hanya mendorong subjek pebelajar menjadi tidak leluasa untuk mengemas kualitas diri. Setidaknya, guru tidak lagi disibukkan dengan administrasi, dan abai dengan konten tiap pertemuan di setiap kegiatan pembelajaran.

Guru sebagai model pembelajaran itu sendiri, meskipun dengan menggunakan gaya verbalisme, jika di dorong dengan konten materi menarik setiap pembelajaran, bukan tidak mungkin kualitas pendidikan itu terjadi. Oleh karenanya, kembali berfokus pada kualitas konten pembelajaran, daripada urusan langkah-langkah kegiatan pembelajaran (sintaks). Terlebih inovasi pembelajaran, baik itu media, buku ajar, model, dan strategi yang rumit untuk diurai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar